Kamu Harus Kembali Lagi Sepert Dahulu

Bookmark and Share
Saya harus kembali pada "eksistensialisme". Terjebak dalam dunia "entah barantah" merusak otak, pikiran, dan fisik maupun psikis. Saya sadar godaan semakin berat dan terasa sangat berat terutama melawan keinginan diri sendiri yang sangat reduktif. Kendati sepele tapi hal ini berdampak tidak baik ke depannya. Pengendalian diri adalah kunci dalam menetralisir gejolak tersebut.
Man 'arrafa nafsahu faqad 'arrafa rabbahu yang "artinya siapa yang dapat mengenali dirinya sendiri dia dapat mengenal dan menemukan siapa Tuhannya". Inilah yang namanya "eksistensialisme". Terjebak dalam dunia hura-hura, hedonis, pragmatis, materialis dan konsumtif membuat diri seseorang disorientasi dalam menatap hidupnya di masa depan.
Saya sadar saya harus kembali mengarungi lautan ilmu, lembah filsafat, dan menulis. Sebab dengan menulis saya menemukan kebebasan intelektual yang sangat 'filsafati' dan menemukan kedirianku yang terbawa arus budaya POP yang sangat reduktif sekali merusak diriku.
Saya teringat tutur Profesor Dr Nurcholish Madjid: orang harus kuat dan sabar dalam mengarungi kehidupan yang penuh lika liku, kesabaran akan membawa dirimu pada ketabahan dan kekayaan batiniyah yang tiada terlihat, jadilah pribadi 'independent' yang tetap memegang asas kejujuran, kebijaksanaan, dan welas asih antar sesama. Jangan bertingkah-laku anarkis dan emosional karena kita adalah manusia yang tidak luput oleh dosa dan kesalahan maka bertindak adillah pada dirimu sendiri sebelum menjustifikasi seseorang sesat, kafir, atau bersalah. Kelembutan, rasa menghargai, rasa menghormati, rasa empatetik harus menjadi dasar kepribadian dalam mengarungi kehidupan ini yang penuh kompleksitas.
Pak AR pun tersenyum dan diam, karena masyarakat kita seperti itu butuh pembinaan dan pendidikan didasari rasa jiwa kasih sayang, welas asih, dan kemerdekaan. Janganlah kita memasung pemikiran dan kreatifitas seseorang karena itu adalah kekayaan dalam keragaman hasil fitrah manusia yang berbeda-beda hasil dari Tuhan Yang Maha Kuasa sebagaimana telah tersebut dalam Qur'an dan realitas sosial masyarakat kita.
Orang harus banyak membaca buku dan menelaah agar tidak menghasilkan kesimpulan yang parsial. Banyak arogansi manusia atau seseorang kepada sesamanya karena dianggap berbeda dan mengancam eksistensinya. Membaca ktab atau buku jangan hanya satu tapi harus banyak apalagi multi disiplin, agar kita lebih bijaksana, mengerti, menghargai, dan memahami orang lain yang berbeda dengan diri kita. Satu keluarga saja berbeda-beda apalagi masyarakat kita yang heterogen.
Saya harus bertaubat untuk menemukan kembali jati dirikuyang terjebat dan terbawa egoisme dan naluri/hasrat jiwa manusiawi yang hanya terasa sesaat yang akhirnya membawa penyesalan. Jiwa merdeka adalah suatu kemutlakan dengan penuh rasa tanggung jawab untuk memahami orang lain dan kehidupan ini.
Berpikir, berfilsafat, merdeka, bersyukur, optimis, menyuci, bermeditasi, independent, mengingat, membaca, mengajar, berlari, bersepeda, dan menikmati pemandangan indah.
Menjadi pribadi profesional pada diri sendiri dimulai dari komitmen untuk berpikir, berkata, dan berbuat akan hal-hal yang positif untuk kemajuan bersama dan umat manusia pada umumnya. Profesionalisme yang berkeadilan, serius tapi santai, ramah, dan toleran. Salam saudara! Wallahu a'lam bisshowaab...

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar